Pagi itu, aroma bawang putih yang sedang ditumis menyelinap keluar dari DAPUR WASO, memanggil siapa pun yang lewat di depan warung sederhana milik Bu Waso.
Di dalam, perempuan berkerudung hijau itu sibuk mengaduk wajan besar, sambil sesekali melirik Raka, keponakannya yang duduk di pojok sambil mengupas telur rebus—sambil main HP, tentu saja.
“Rak, kalau ngupas telur itu jangan sambil nonton video kucing! Nanti kupasannya bolong-bolong,” omel Bu Waso, tapi senyum tetap terselip di bibirnya.
“Ah, santai Bu… ini telur rebusnya kan buat nasi kotak? Tertutup nasinya, nggak kelihatan,” jawab Raka sambil terkekeh.
Belum sempat Bu Waso membalas, suara pelantang dari mushola di ujung gang terdengar.
“Warga RT 03, harap berkumpul di balai warga jam sembilan pagi! Ada pengumuman penting dari Pak RT!”
Raka dan Bu Waso saling pandang. Pengumuman di pagi hari biasanya berarti dua hal: iuran mendadak… atau acara mendadak.
Jam sembilan, balai warga sudah riuh. Kursi plastik berjejer, suara ibu-ibu bercampur aroma kopi sachet.
Pak RT berdiri di depan, mengenakan batik dan senyum lebar.
“Assalamualaikum, warga semua!” seru Pak RT.
“Waalaikumsalam!” jawab serentak.
“Saya mau kasih kabar gembira. Bulan depan kita akan ikut Festival Kuliner Sidoarjo! Kita akan buka stand makanan khas kampung kita. Nah… kita perlu jago masak untuk jadi andalan!”
Mata semua orang langsung mengarah ke Bu Waso. Perempuan itu tersenyum malu, tapi sudah bisa menebak kelanjutannya.
“Bu Waso, kalau panjenengan yang masak, kita pasti menang!” teriak salah satu warga.
Bu Waso tertawa, “Aduh… ini bukan lomba masak antar warga, kan, Pak RT?”
“Bukan, tapi kita mau jualan. Untungnya masuk ke kas kampung. Kita butuh menu andalan. Nah, tugas Ibu dan tim kreatifnya adalah menyiapkan sesuatu yang bikin pengunjung bilang: ‘Wah, harus balik lagi ke stand RT 03!’”
Sore itu, di dapur, Bu Waso dan Raka duduk di meja kayu, menatap kertas kosong.
“Kalau menu khas kita sih banyak,” kata Bu Waso sambil memandangi rak penuh bumbu.
“Ada nasi liwet, nasi kuning, nasi tumpeng mini… bahkan nasi bakar yang baru kita coba bulan lalu.”
“Tapi, Bu, ini festival, harus ada sesuatu yang bikin orang foto-foto. Kalau bisa, sekali lihat langsung lapar,” jawab Raka sambil mengunyah keripik singkong.
Bu Waso menatap keponakannya itu, “Terus ide kamu apa?”
“Gimana kalau kita bikin Nasi Liwet Pelangi? Warnanya alami dari sayuran, terus lauknya kombinasi—ada ayam bakar, bandeng Sidoarjo, sama sambal ijo. Foto-fotonya pasti keren!”
Bu Waso mengernyit, “Bagus sih, tapi kita harus pikirin praktisnya juga. Festival itu rame, kita nggak bisa bikin ribet di tempat. Kalau mau ayam bakar, kita siapin dari pagi. Kalau bandeng Sidoarjo, kita bisa pakai yang frozen biar aman dan tinggal goreng di lokasi.”
“Lho, berarti bisa sekalian promosiin produk frozen DAPUR WASO, kan? Jadi yang beli bisa makan di tempat, terus bawa pulang yang beku!”
Raka mulai bersemangat, matanya berbinar seperti menemukan harta karun.
Bu Waso tersenyum tipis. “Pinter juga kamu, Rak. Ternyata ada gunanya juga kamu main TikTok tiap hari.”
“Eits, ide kreatif itu butuh riset, Bu!” protes Raka sambil pura-pura tersinggung.
Keesokan paginya, mereka mulai uji coba. Wajan besar kembali beraksi, aroma nasi liwet berpadu harum daun pandan memenuhi udara. Ayam bakar berderet di panggangan, menebar asap tipis yang bikin tetangga sebelah menoleh. Bandeng Sidoarjo digoreng garing, sambal ijo diulek halus.
Tak lama, Ibu Ratna, tetangga yang terkenal tak pernah bisa menolak aroma sedap, muncul di pintu.
“Bu Waso… ini baunya luar biasa. Lagi masak untuk pesanan ya?”
“Uji coba untuk festival bulan depan, Bu. Mau coba?”
Sebelum dijawab, Raka sudah menyiapkan piring berisi nasi liwet hangat, ayam bakar, bandeng, dan sambal ijo. Ibu Ratna duduk, menyuap pertama, lalu langsung terdiam.
“Waduh, ini… ini… kalau dijual, saya yang antre paling depan! Nanti kalau ada stand-nya, saya siap jadi promotor gratis!” serunya sambil tertawa.
Bu Waso dan Raka saling pandang, tersenyum puas.
Festival belum dimulai, tapi rasa kemenangan sudah tercium di udara—bersama wangi nasi liwet yang baru matang.
Bersambung ke Episode 2 — “Bandeng Misterius”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar